Halaman

Rabu, 26 Juli 2017

BOJONEGORO SI PENGHASIL MIGAS

Bojonegoro adalah kota penghasil minyak yang menyumbang 26% pedapatan negara di sektor migas. Yang seharusnya hidup gemah ripah loh jinawi. Namun pada saat ini Kabupaten Bojonegoro sedang dilanda krisis keuangan akibat harus mengembalikan dana lebih salur DBH Migas sebesar Rp. 500 Miliar. Seperti kita ketahui bersama bahwa Bupati Bojonegoro Suyoto atau akrab dipanggil "Kang Yoto" telah mengirimkan surat permohonan keringanan agar diberikan waktu cukup panjang untuk pengembalian lebih salur DBH Migas kepada Presiden Jokowi. Begitu juga dengan DPRD Kabupaten Bojonegoro juga meminta agar lebih salur diputihkan saja. Namun balasan surat tersebut terasa menyesakkan dada masyarakat Bojonegoro. Betapa tidak, untuk mengembalikan  lebih salur dana bagi hasil minyak dan Gas (DBH Migas) tahun 2014 dan 2015, hanya diberi waktu 3 (tiga) tahun saja.
Lebih salur diakibatkan anggaran yang berdasarkan asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan lebih tinggi dibanding dengan harga minyak saat ini. sedangkan DBH yang sudah ditransfer pada 2014 dan 2015 sudah habis untuk membangun. namun selisih dana yang terjadi harus tetap dikembalikan ke pusat. hal ini jelas menyusahkan Bojonegoro sebagai daerah penghasil Migas. Sebab akan mengalami ketidakpastian anggaran.
Menurut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bojonegoro Ibnu Soeyoeti, teknis pengembaliannya melalui pemotongan transfer DBH migas yang biasanya dilakukan  tiap triwulan. sehingga DBH migas yang diperoleh  nanti tidak akan utuh, karena sudah dikurangi dulu dengan potongan pengembalian. Kepastian tersebut diperoleh setelah mendapat jawaban dari Kementerian Keuangan. artinya setiap tahun DBH migas untuk Bojonegoro dipotong sekitar Rp. 270 Miliar.
Dampak pengembalian lebih salur DBH Migas dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, antara lain:
1. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Bojonegoro
Dapat dipastikan jumlah APBD nanti lebih kecil dibanding APBD tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini APBD Bojonegoro sebesar Rp 3 Triliun lebih dan masih akan terus dipangkas. Sebab pendapatan terbesar adalah dari DAU dan DBH Migas. Karena pemotongan anggaran ini tidak bisa dihindari, maka program-program prioritas yang harus didahulukan. Terutama bidang Pendidikan dan Kesehatan. Kebutuhan belanja wajib seperti gaji,listrik, air, telepon, dan makan minum pasien harus dihitung kembali. Pemkab dipastikan akan mengurangi kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan. dampak lainnya tersendatnya Alokasi Dana Desa (ADD) untuk desa-desa di Bojonegoro.
2. OPD (Organisasi Perangkat Daerah)
Pemotongan anggaran untuk seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Dari 74 OPD yang ada, sebanyak 57 OPD anggarannya dipangkas minimal 25%  dan maksimal 31 persen. sedangkan 17 OPD dipotong di bawah 25%. Bahkan  ada juga yang tanpa dipotong. OPD harus menghitung ulang anggarannya dan jumlah kegiatan yang akan dilakukan. Semua kegiatan yang sudah direncanakan harus ditata ulang. yang mana membuat Kepala Dinas/Badan dan staf di bawahnya kelimpungan menyusun ulang anggaran lagi dan menentukan skala prioritas. OPD harus benar-benar mengencangkan ikat pinggang. Perencanaan kegiatan dan anggaran harus taktis, efektif, dan efisien. Sebab tiga tahun kedepan Bojonegoro akan kehilangan ratusan miliar rupiah akibat pengembalian lebih salur dana bagi hasil (DBH) Migas dan pengurangan DAU sekitar 3-4 %.
Pada Dinas Perdagangan sendiri tempat penulis bekerja. Anggaran yang sudah minim untuk ukuran sebuah dinas yaitu sebesar Rp. 1.064.248.939 harus dipangkas 25% sehingga menjadi Rp. 798.158.324. Namun kami masih harus ditutut untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Seperti pengadaan pasar murah, pasar lelang, pengelolaan Wisata Bintang Kelap-Kelip, Pengelolaan sentra produk taman rajekwesi yang kesemuanya harus tetap berjalan. Padahal dananya tidak ada, jadi kami harus memutar otak untuk mendapatkan sumber dana lain di luar APBD.
3.Rakyat Bojonegoro
Dengan hanya diberi jangka waktu tiga tahun pengembalian lebih salur DBH Migas, akan membuat rakyat Bojonegoro menjerit. Bagaimana tidak? pembangunan jelas akan terganggu. Rakyat juga yang akan menanggungg akibatnya. Perekonomian Bojonegoro akan tersendat. Pembangunan gedung sekolah rawan ambruk terpending, begitu juga fasilitas rumah sakit, fasilitas keamanan jalan (ex: palang pintu kereta api, traffic light), dan fasilitas umum  lainnya. Bantuan bea siswa untuk anak sekolah yang semula ditetapkan Rp. 2 juta per anak juga sudah dikurangi. Gagalnya pembangunan dry port (dermaga darat) dan proyek-proyek vital lainnya. Ooh.... Nasib Bojonegoroku si penghasil minyak.

Strategi Pemasaran untuk Menarik Banyak Pelanggan

Terdapat banyak tantangan dan persaingan yang harus Kamu lewati sebelum mencapai kesuksesan dalam berbisnis. Salah satu hal penting yang ha...